Abstract
Munculnya polemik calon tunggal pada pemilihan umum kepala daerah (pilkada) serentak 2015 diyakini lantaran sejumlah partai politik enggan mengusung jagoannya dalam kontestasi pesta demokrasi. Pelaksanaan pilkada di Kabupaten Blitar hanya diikuti oleh satu pasangan calon atau calon tunggal tetap berjalan setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk tetap mengadakan pilkada di daerah-daerah dengan calon tunggal. Terkait dengan proses pelaksanaan pilkada serentak yang hanya diikuti oleh satu pasangan calon, ternyata terdapat beberapa permasalahan seperti kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh KPUD Kabupaten Blitar tentang tata cara proses pemungutan suara. Geliat pilkada serentak juga minim partisipasi karena beberapa warga sengaja tidak memilih dengan alasan calon figur yang ada tidak cocok dengan hati nuraninya. Sebagian masyarakat merasa bahwa tidak adanya kompetisi dalam pilkada. Penilaian mengenai tidak demokratisnya pilkada dengan calon tunggal merupakan hal yang menarik mengingat konsep demokrasi yang dikembangkan oleh beberapa ahli adalah kemampuan untuk memilih di antara pemimpin-pemimpin politik pada masa pemilihan.